Bila ada mentari yang menyapa di pagi
hari, aku selalu teringat padanya. Sosok seorang wanita yang begitu
dekat dalam hidupku. Dia yang mengajariku mengerti tentang hidup,
pahit, dan manis. Ibuku bukanlah apa-apa, tak ada yang istimewa dari
dirinya. Dia bukanlah wanita modern yang selalu sibuk dengan
pekerjaannya. Dia adalah potret penderitaan yang berkepanjangan. Demi
aku, apa pun ia lakukan, mulai dari membanting tulang, memeras keringat,
menguraikan air mata, baginya itu adalah hal biasa.
“Hidup memang tak harus dimulai dengan tertawa, Nak. Saat kita pertama kali lahir ke dunia pun, kita sudah menangis,” katanya.
Hidup adalah harapan. Harapan yang selalu hadir. Seperti terbitnya mentari pagi.
Jangan menyerah ya teman-teman? Meskipun
saat ini kita mengalami kegagalan, selama harapan masih menyala, kita
selalu memiliki kesempatan.
0 komentar:
Posting Komentar